Rangkaian acara Ngopi (Ngobrol Pemilu Indonesia ) di KIPP sebanyak 6 episode sebelumnya, dilaksanakan dalam tahapan Pilkada Serentak 2017, serta yang salah satunya dilaksanakan pasca Pilkada serentak 2017 tersebut, sebagai sebuah evaluasi, bukan hanya atas pelaksanaan Pilkada serentak gelombang kedua semata, tetapi juga evaluasi terhadap pelaksanaan Ngopi itu sendiri. Kesimpulan dari episode akhir Ngopi di KIPP, adalah bahwa acara bincang santai dan subtantif tersebut memang patut dilanjutkan, khusunya dalam mengawal tahapan dan Program Pilkada serentak 2018, yang juga beririsan dengan Tahapan Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019. Maka Ngopi di KIPP lanjutan[un digagas dan akan segera diselenggarakan, tanpa tahu akan sampai pada seri ngopi ke berapa nantinya.
Nama Ngopi seri 7 pun digagas, dengan tetap mengandalkan kader dan pengurus KIPP Indonesia Koerniasih, yang kini menjadi tenaga andalan Divisi Advokasi dan Hubungan Internasional, serta Andrian Habibie yang tetap berada di Divisi Kajian KIPP Indonesia, uasia Kongres KIPP, pertengahan Januari lalu. Perbedaan utama tentu saja Ngopi kali ini akan mengawal tahapan dan program Pilkada serentak tahun 2018, yang pemungutan suaranya akan dilaksanakan pada hari Rabu 27, Juni mendatang. 101 daerah Provinsi, kabupaten dan kota akan menyelenggarakan Pilkada serentak 2018 ini, termasuk di dalamnya ada 17 Provinsi di seluruh Indonesia.
Catatan Pilkada serentak 2017, yang dnilai banyak pihak menyumbangkan pada menurunnya indeks demokrasi yang cukup dalam menguras tabungan demokrasi yang dipupuk secara susah payah,bahkan lompatan demokrasi justru terjadi dengan pengorbanna dan tumbahan darah dan air mata, dengan adanya petristiwa reformasi 1998, sehingga Pemilu 1999 yang merupakan Pemilu demokratis pertama pasca pemerintahan militer Orba, yang melaksanakan Pemilu sekadar memenuhi kewajiban dan sebagai legitimsi kekuasaan semata saat itu. Lompatan di tahun 1999 dan capaiaan yang diraih dengan sulit itu, terbuang begitu saja saat ekslusifitas mendari thema dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, dengan penggunaan unsur prinmpordialisme, ujaran kebencian dan berita bohong mewarbnai cara untuk meraih kekuasaan dengan menghalakan hal yang tabu dalam Pemilu dan Pilkada.
Catatan di atas bersama dengan persoalan pilitik uang, isu uang mahar, ketidak independenan penyelenggara Pemilu dan Aparatur Sipil Negara (ASN), mewarnai perjalan awal Pilkada serentak tahun 2018. Residu dari permasalahan dalam pilkada Serentak 2017, masih terasa, setidaknya dalam koalisi Parpol pengusung calon kepala daerah dan wakilnya, masih ada nuansa koalisi yang mengulang koalisi dalam Pilkada DKI jakarta tahun 2017 lalu,yakni koalisi yang berafiliasi pada Parpol pendukung pemerintahan Jokowi dan Parpol yang berhasil mengantarkan Anies sandi sebagai pemenang Pilkada DKI Jakrta.
Kenyataanya dalam pendaftaran calon kepala daerah dan wakilnya di berbagai daerah, koalisi seperti yang tergambar dalam Pilkada DKI tak berjalan seperti yang diperkirakan banyak orang, bahkan di Papumisalnya PDI Perjuangan malah berkoalisi dengan Partai Gerindra, sehingga skenario akan manjadikan Pilkada serentak 2018 menduplikasi Pilkada DKI Jakarta tak terwujud sebagaiman yang diperkirakan banyak orang. Dalam konstelasi politik seperti itulah acara Ngopi di KIPP akan dimulai untuk mengawal Pilkada serentak 2018, dengan sebuah diskusi yang mencoba memotret stuasi politik pada Pilkada serenatk 2018, dengan menghadirkan para nara sumber, peneliti dan pemantau Pemilu, selain catatan KIPP Indonesia soal politik ang dalam Pemilu dan Pilkada.