Pekan Demokrasi KIPP Indonesia

Spread the love

Renungan 25 Tahun KIPP Indonesia

Hari ini tanggal 1 Maret, kita menapaki hari pertama di bulan ketiga di abad 21 tahun 2021. Orang mengatakan apalah arti sebuah hari atau tanggal tertentu, bukankah semua hari dan waktu tak berbeda untuk banyak orang, yakni hari-hari yang dilalui tak ubahnya dengan makhluk lain di bumi ini.Juetru dari pemikiran inilah kita berangkat bahwa semua pemikiran itulah yang membacakan manusia dari makhluk hidup lainnya di dunia, yakni soal kognisi manusia yang menjadi penanda dan misteri kehidupan sekaligus.

 

Dengan kognisi, maka manusia mampu mempersepsikan, sensasi dan imaji, demikian Sartre menyebut proses yang terjadi saat manusia berpikir. Panjang sudah pengembaraan filosofis manusia tentang hal itu. Pertan dan penanda menjadi pemikiran Pos Modern, dan saat ini orang menyebutnya post Ruth, ketika kebenaran menjadi sebuah kenisbian, seolah menjadi barang lentur yang bisa dibentuk sesuai dengan selera orang yang ingin melihatnya seperti apa.

 

Jika kita meneruskan pola demikian, maka manusia akan terjebak dalam abstraksi yang menuju Absurditas. Sebuah penjelajahan yang bisa membuat prestasi di tengah perubahan besar yang tersu mengepung. Maka kita bisa memilih untuk kembali ke akar kita sebagai manusia, yakni manusia yang menyejarah, yakni yang menjadikan waktu dan penanda sebagai bagian dari jangkar pikir dan kehidupan. Misalnya untuk sebuah organisasi seperti KIPP Indonesia kesejarahan itu menjadi tetap relevan, ketika kita merasa masih berada di dalamnya, baik sebagai eksistensi atau setidaknya sebagai sebuah ingatan.

 

Sebuah ingatan bahwa kita pernah berada dalam sebuah gerakan pemantauan pemilu, yang saat itu dan juga saat ini, bukan sekadar memantau pemilu. Karena pemantauan pemilu kita sadari hanya sebagai metode untuk melibatkan banyak pihak sekaligus mengukur penyelenggaraan kekuasaan secara keseluruhan, yang sayangnya tidak banyak berubah masih berkiutat pada penyelenggaraan negara yang belum bisa menghadirkan apa yang seharusnya menjadi hak bagi seluruh warga negara.

 

Keadaan tersebut tentu saja tidak harus kita jadikan alasan bahwa kita tak perlu lagi melanjutkan upaya yang pernah dilakukan untuk menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk membangun keadilan bagi seluruh rakyat. Keadaan saat ini justru yang memerlukan tanggapan yang jauh lebih penting untuk merumuskan kembali sebelum menggerakkan dari kita untuk turut serta menyumbangkan diri, melalui organisasi ini misalnya untuk misi tadi.

 

Hari ini 25 tahun lalu, adalah hari-hari yang penuh pergumulan tentang bagaimana menyikapi kekuasaan Orba yang otoriter. Betul bahwa kekuasaan Orba sudah tumbang 2 tahun sejak KIPP Indonesia berdiri, tetapi warna dan cara kekuasaan belum memberikan arah perubahan seperti yang kita bayangkan seperempat abad lalu. Sehingga menjadi penting saat ini untuk merumuskan kembali apa yang salah dan apa yang bisa kita tawarkan saat ini.

 

Dua minggu menuju hari yang dianggap kelahiran KIPP Indonesia yang sudah berkiprah selama seperempat abad, bisa kita jadikan tinggal untuk menghadirkan evalussi,kritik dan tawaran rekomendasi apa yang bisa kita buat dan lakukan saat ini, masih dengan pertanyaan yang sama tentang relasi kuasa, yang alat ini nampak hanya seperti mainan karet untuk elit yang berkuasa dan yang menguasai modal belaka. Semoga hari-hari ini menjadi ingatan dan perenungan untuk kita semua.

 

Be the first to comment on "Pekan Demokrasi KIPP Indonesia"

Leave a comment

Your email address will not be published.


*