Newsleter KIPP Indonesia, Desember 2017

Spread the love

Menuju Kongres

Menjawab Tantangan, Merumuskan Konklusi

 

Minggu ketiga di bulan Desember, merupakan hari-hari yang diliputi suasana liburan, yang juga dittandai dengan liburan semester genap  anak sekolah. Namun bagi dunia perpolitikan, justru suasana libur ini seperti menjadi pemanasan, menuju kompetisi para kandidat politik, khusunya partai politik, dalam kompetisi Pemilu legislative dan Pemilu Presiden tahun 2019, masih dua tahun lagi memang, tetapi suasananya sudah dapat kita rasakan. Lihat saja suasana tahapan Pilkada serentak 2018, atau tahapan pendaftaran Parpol peserte Pemilu 2019, penuh dinamika dan di beberapa bagian nampak riuh rendah, seperti yang terjadi di Partai Golkar, pasca ditetapkannya mantan ketua umum DPP Golkar Setya Novanto sebagai tersangka oleh penyidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kasus mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi E KTP yang didakwa oleh KPK di sidang Tipikor, menjadi puncak gunung es permasalahan korupsi di Indonesia, belum lagi soal kesenjangan sosail, buruknya pelayanan public dan buruknya kualitas penyelenggaraan Negara, menjadikan kita mahfum jika public belum puas dengan hasil Pemilu.

 

Cukup panjang memang kalimat pembuka yang disampaikan dalam newsletter ini, yang menggambarkan betapa banyaknya cakupan pembahasan yang ingin disampaikan mengenai kondisi politik akhir tahun. Selain itu di akhir tahun ini pula berbagai laporan dan catatan tahunan dari berbagai lembaga mengemuka, sebagai pertanda keinginan lembaga-lembaga tadi memberikan informasi tentang keberadaan, aktifitas serta objek peleporan yang ingin disampaikan, mulai dari masalah ekonomi, politik, social dan budaya serta berbagai sub pokok bahasan yang disampaikan, Di bidang ekonomi nampak suasana meriah di ranah digital, dengan memasukkan Indonesia sebagai Negara besar di bidang bisnis star up di Asia Tenggara, bahkan melewati raksasa digital sekelas Singapura. Di bidang Pemberantasan Korupsi, Indonesia bisa naik kelas, namun tetap menghadirkan ketidakpuasan public atas capaian dan kondisi korupsi di Indonesia.

Kembali pada urusan dasar KIPP Indonesia, catatan Akhir tahun yang sedang digarap juga masih berkutat dengan suasana tak menggembirakan perkembangan Pemilu dan demokrasi, bahkan saat Indonesia menyongsong satu generasi reformasi, yang telah membuka ruang public, melalui kemerdekaan pers, kebebasan berbicara dan pelaksanaan Pemilu yang demokratis. Masih ada pekerjaan rumah yang menggantung, yakni apa yang dihasilkan oleh Pemilu yang dianggap demokratis, bahkan diakui dunia internasional, ternyata para kandidat yang terpilih masih bermasalah dengan soal korupsi, kasus  mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi E KTP yang didakwa oleh KPK di siding Tipikor, menjadi puncak gunung es permasalahan korupsi di Indonesia, belum lagi soal kesenjangan sosail, buruknya pelayanan public dan buruknya kualitas penyelenggaraan Negara, menjadikan kita mahfum jika public belum puas dengan hasil Pemilu.

Di tengah kondisi yang tak memuaskan tadi, keberadaan KIPP Indonesia sebagai bagian dari kelompok masyarakat sipil, yang dalam pendiriannya di tahun 1996, diharapkan menjadi kelompok penekan yang terlembaga, yang berada di luar Parpol dan kekuatan politik, tetapi mampu untuk mewadahi dinamika dan kepentingan politik yang tak terakomodir dalam sistem kepartaian, sekaligus menjadi kelompok control yang dapat mengadvokasi kepentingan public, setelah 20 tahun berdiri, juga mengalami kelesuan, yang sangat kontras denga keberadaan dan kiprahnya dalam pemantauan Pemilu 1999, Pemilu pertama pasca reformasi.

Tak ingin berkutat dalam kekecewaan dan hanya merenungi nasib sebagai pemantau Pemilu yang hanya tua karena usia, maka berbagai upaya dilakukan, mulai dari melakukan perubahan internal dengan semakin mengefektifkan organ yang ada, seperti pembentukan Caretaker pengurus harian KIPP Indonesia yang hanya terdiri dai 5 orang pengurus harian, di luar Majelis Anggota Nasional (MAN), serta membagi tugas dengan membentuk Plt. Sekretaris Jendral dan empat Deputi, sebuah usaha yang ditujukan untuk menanggapi kebutuhan agar secara efektif KIPP Indonesia bisa bertahan, bahkan diharapkan dapat kembali meneruskan perannya sebagai pioner gerakan demokrasi di Indonesia.

Harapan yang digantungkan melalui perubahan internal KIPP Indonesia pun bak gayung bersambut, momentum Pilkada dan geliat relawan KIPP di daerah mulai menunjukan semangat dan gerakannya, berbagai kegiatan dan sambutan di berbagai daerah di seluruh Indonesia terus mengalir, Banten, Sumatra Barat, Maluku Utara, Bali, Bangka Belitung dan Sulawesi Utara, hanya beberapa contoh yang memandakan gerakan dan geliat masyarakat sipil di daerah, memiliki pemahaman dan perasaan sam tentang Pemilu dan demokrasi di Indonesia. Pilkada dan Pemilu yang selama ini dilaksanakan, ternyata tak menyentuh permasalahan public yang ingin dijawab dan diselesaikan, sebuah sinyaleman dan perasaan yang sama-sama ingin dikaji dan dicari jawabannya, sebuah kesenjangan antara pelaksaanan Pemilu dan hasil Pemilu yang sangat bertolak belakang, dan rakyat menjadi korbannya.

Propinsi Banten sengaja diangkat, untuk melukiskan bagaimana hegemoni dan kesenjangan politik, ternyata tak mampu dihilangkan dengan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di sana, sehingga gairah pengurus dan relawan KIPP Banten, mencoba untuk menjawab masalah ini dengan melakukan advokasi dan pemanatauan Pemilu. Pilkada serentak tahap ketiga akan dialksanakan di Banten, yang menandakan telah selesainya seluruh Kabupetan, kota daqn wilayah provinsi di Banten melaksanakan Pilkada, sebuah catatan bisa kita lihat bagaiman pesta demokrasi ini tak lebih dari pertarungan kepentingan elit politik di Banten, bahkan juga hal ini kemungkinan masih akan terjadi dalam Pemilu 2019 nanti. Kembali ke basis rakyat itu yang dilakukan oleh KIPP Indonesia Provinsi Banten, sebagai jawaban atas permasalahan yang dihadapi.

Contoh Provinsi Banten hanya untuk menggambarkan potret Pemilu dan demokrasi di Indonesia, daerah-daerah lainnya memiliki cerita yang tidak berbeda, menhadapi konsisi social politik yang bisa dikatakan menemui kebuntuan polirtik, dengan kondisi masyatakat yang hampeir apatis, sementara sumberdaya organisasi juga tidak mudah untuk dipenuhi, maka kondisi minimalis, termasuk keterbatasan sumberdaya manusia dan anggaran menjadi tantangan untuk terus bergerak, bukan hanya untuk Banten juga hampir seluruh daerah di seluruh Indonesia.

Apa yang menjadi tantangan dan keprihatian hampir seluruh organ KIPP Indoensia di seluruh negeri, juga menjadi bagian dari keberadaan dan upaya KIPP Indonesia di tingkat nasional, maka sebuah pertemuan nasional untuk mengkonsolidasikan berebgaai permasalahan dan upaya pemecahannya perlu dilakukan, mekanisme Kongres KIPP adalah jawaban untuk hal itu. Dijadwalkan pada pertengahan januari 2018. Kongres KIPP Indonesia akan dilaksanakan.  KIPP meyakini melalui curah pendapat dan masukan dari berbagai pihak, KIPP Indonesia mampu untuk merumuskan bentuk dan perubahan, baik kelembagaan, sikap polittik dan program yantg akan diputuskan dalam Kongres nanti, sebuah kongres setelah satu generasi KIPP Indonesia berdiri.

 

 

Bermula dari Kampus

Gayung Bersambut di KIPP Banten

 

“Saya keberatan dengan cara KIPP khususnya di sini (Banten-red), karena di sini kami semua harmonis, tidak dengan cara rebut-ribut begini,” ujar pejabat eselon dua daerah yang menemui saya sebelum acara seminar tentang Pilkada dilaksanakan di sebuah kampus di Kabupaten tangerang. Saya hanya manggut-manggut, karena percuma berdebat, hanya sedikit meluruskan, “Insya Allah tidak ada ribut-ribut,” ujar saya, membuat sang pejabat yang balik manggut-manggut.

Seminar pun berlangsuang, sebuah suasana yang sangat hidup, dengan kehadiran peserta, yang terdiri dari mahasiswa dan para relawan KIPP, sebagaian besar dari Tangerang.  Saya menangkap gairah luar biasa dari peserta untuk dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara, melalui pemantauan Pemilu dan advokasi di daerah, sebagian peserta memahami dan merasakan kondisi social politik daearh yang tidak ideal, namun memerlukan cara dan kelembagaan untuk mendorong perubahan kearah perbaikan, sebuah harapan bukan hanya untuk Tangerang atau Banten, tetapi untuk seluruh Indonesia.

Dari semangat itu, saya merasakan KIPP Banten tidak berhenti di seminar tadi, terus bergerak, terus menggalang kekuatan, sambil menyebarkan penyadaran, untuk mengubah Indonesia, yang dari sisi Pemilu dan kebebasan berpendapat sudah baik, tapi hasil Pemilu, penyelenggaraan negara masih sangat tidak baik, dengan korupsi, kesenjangan social dan buruknya pelayanan public.

Kepada pengurus KIPP Banten saya katakan saat usia seminar, “Kita lanjutkan, dan mari kita bergerak bersama.”

Be the first to comment on "Newsleter KIPP Indonesia, Desember 2017"

Leave a comment

Your email address will not be published.


*