Oleh : Kaka Suminta
Bukan sebuah kebetulan jika reformasi politik di Indonesia terjadi tak jauh dari peringatan hari kebangkitan nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei, jadi pada tanggal 20 Mei tahun 1998, itu merupakan perayaan Harkitnas ke 90, karena memang 90 tahun sebelum itu dari gagasan Dr. Wahidin Suditro Husodo lahir Sumpah Pemuda, sebuah tonggak yang disebut sebagai cikal bakal kesadaran indonesia Merdeka. Sementara itu Reformasi terjadi 21 Mari 1998, ketika Presiden Suharto saat itu menyatakan “Lengser keprabon” atau mengundurkan diri.
Sebuah kesamaan tentang kesadaran sebuah komunitas bangsa akan keberadaan dirinya, akan keberadaan warganya, dan berhubungannya dengan negara. Dalam Harkitnas, kesadaran itu bisa dianggap sebuah afirmasi kelompok-kelompok bangsa yang diwakili oleh berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia, yang saat itu masih bernama Hindia Belanda atau Hindia Timur. Di bawah pemerintahan Hindia Belanda dengan kontrol politik dari Belanda di Eropa, sementara rakyat yang mendiami seluruh Nusantara adalah berbagai suku bangsa yang tersebur dan memiliki kemiripan diri sebagai rumpun Melayu dan Melanesia dari sabang Sampai Marauke.
Kesadaran adalah inti dari peristiwa tersebut dan peristiwa lain yang menjadi rangkaian lahirnya sebauah bangsa modern yang bernama Indonesia, sebagaimana yang kita saksikan hari ini. Kesadaran pula yang kemudian melahirkan dan mengiringi peristiwa selanjutnya dari generasi ke generasi dari satu peristiwa sejarah ke peristiwa sejarah selanjutnya, Juga hari ini. Kesadaran publik akan terus menjadi benang merah perubahan dan perjalanan sejarah bangsa ini, seperti juga perjalanan bangsa-bangsa lain di dunia. Kesadaran akan kesetaraan bangsa Timur terhadap bangsa Barat, yang dimulai dengan kebangkitan dan perang Jepang, melahirkan Indonesia merdeka pasca perang dunia kedua.
Peristiwa perubahan politik tahun 66, yang menumbangkan kekuasaan Orde lama di bawah pimpinan Presiden Sukarno, dan reformasi tahun 1998 merupakan eksprsei dari kesadaran publik yang menghendaki perubahan. Tugas dari setiap generasi adalah bagaimana mengelola kesadaran publik tadi menjadi motor pendorong untuk perubahan ke arah perbaikan, sehingga akan terus menerangi perjalanan sejarah bengasa menunju cita-cita bersama seluruh komunitas bangsa. Ide dasar kesadaran adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bersama, keadilan dan kesetaraan dalam sebuah persaudaraan bangsa. Dengan kesadararan religius maka Ketuhanan menjadi landasan pertama dari cita-cita ideal tadi.
Dari satu revolusi ke revolusi, peristiwa besar tadi seringkali menimbulkan perubahan dengan “kerusakan” dan trauma yang membekas di ingatan kolektif bangsa. Semuannya didasarkan oleh kesadaran tentang kondisi yang sudah tak memadai lagi untuk mewahi kehidupan bersama untuk sebuah komunitas. Dalam hal kasus Indonesia adalah sebuah komunitas Bangsa. Kebangkitan Nasional yang dipicu kesadaran sebagai sebuah bangsa yang memiliki sejarah dan ansib yang sama melahirkan kesadaran tentang cita-cita sebuah bangsa yang bersatu dan merdeka. Kesadaran tentang kondisi sossial politik dan sosial ekonomi yang menyengsarakan rakyat, serta kesadaran tentang keadilan melahirkan perubahan tahun 1966. Dan reformasi, lahir dari kesadaran akan perlunya keadilan dan kemerdekaan rakyat di hadapan kekuasaan, yang saat itu Suharto memrintah dengan tangan besi.
Melihat dari rangkaian peristiwa tadi, Kebangkitan Nasional, Proklamsi Indonesia Merdeka, Peristiwa 66 dan reformasi 1988, kita melihat benang merah kesadaran publik, kesadaran rakyat Indonesia menjadi motor penggerak dalam setiap perubahan besar tadi. Tentu banyak peristiwa lain yang mengiringan, mengawali kejadian dan peristiwa-peritiwa sesudah momen-momen besar tadi yang tak kalah penting, seperti peristiwa lanjutan reformasi 1998. Tauma penduduk Jakarta yang mencekam sekitar pertengahan Mei 1998, sebelum Suharto lengser, masih segar dalam ingatan kita. Kita bertekad untuk tak lagi membiarkan peristiwa mencekam itu kembali terulang dlaam sejarah modern bangsa Indonesia.
Namun sejarah perjalanan sebuah bangsa adalah sebuah perjalanan yang panjang dan berliku, di dalamnya terlibat semua kepentingan kita sebagai sebuah bangsa, kepentingan dan pergulatan antar kelompok dalam sebuah bangsa. Interaksi ini yang menimbulkan friksi dan persepsi ysng berbeda-beda di antara seluruh bangsa dan antar kelompok dalam sebuah bangsa. Kesadaran kolektif sebagai bangsa terjajah dan terkotak-kotak melahirkan kasadaran akan kesatuan sebagai bangsa dan melahirkan Indonesia merdeka. Kesadaran akan kebutuhan pemrintahan yang baik dan keadilan untuk seluruh bangsa, melahirkan peristiwa politik 1966 yang diikuti dengan pemerintahan militeristik, dan ksadaran akan kemerdekaan berpendapat dan keadilan ekonomi melhairkan reformasi 1998.
Pasca reformasi 1998 tentu melahirkan konsolidasi sosial politik dan ekonomi. Bahkan lebih jauh kesadaran itu juga melahirkan kesadaran identitas. Umat manusia di bergai belahan dunia kini juga mengalami perubahan yang sangat dramatis, berupa perubahan cara manusia berkomunikasi, yang semakin cepat dan semakin artifisial. Dalam perubahan besar yang mengiringi perubahan milenium ini, banyak ikatan antara kelompok dan ikatan di dalam kelompok juga mengalami pergeseran. Kecenderungan penyatuan identitas dengan lahirnya blok dan kaukus antar bangsa kini menghadapi tantangan, seperti yang dialami di Eropa dengan brexitnya, di lain pihak saling ketergantungan antar manusia dan kelompok manusia mencapai titik yang sulit untuk berbalik arah, setiap manusia, bahkan bangsa saling tergantung dengan manusia dan bangsa lainnya dalam hampir semua bidang kehidupan.
Tantangan di dalam negeri mnejelang satu generasi setelah reformasi 1998 adalah bagaimana membangun kohesi bangsa yang majemuk ini daam bingkai persaudaraan, persamaan dan kebersamaan. Sebuah cita-cita yang tumbuh dari janin Sumpah pemuda, lebih dari seabad silam. Ditengah dunia yang mengalami fragmentasi politik dan identitas. Bahkan pemikiran absurd seperti soal bumi datar yang menantang hasil ilmu pengetahuan tentang kenyataan bumi bulat bisa menjadi basis argumen bagaimana umat manusia bisa terbelah sejak dalam asusmsi sederhana seperti itu, akan menguras energi manusia dan juga bangsa Indonesia dalam mewujudkan, kebersamaan, kesamaan dan persaudaraan tadi. Inilah tantangan sebenarnya setelah satu generasi kita mengalami reformasi. Artinya tantangnanya adalah bagaiama melanjutkan reformasi sebagaiman yang dicita-citakan dari keasadarn yang melahirkan reformasi juga Kebangkitan Nasional.
Jarak yang berabad antara Kebangkitan Nasioan, Peristiwa reformasi 1998 dan tantangan hari ini, ternyata tak mengubah kesadaran kita tanteng apa yang kita sadarai dan kita butuhkan, yakni bagaimana membangun sebuah bangsa Indonesia sebagai rubah bangsa yang lauak untuk hidup bersama Bangsa Indonesia dengan bergam suku dan beragam agama serta kelompok, dengan kehidupan yang menjungjung dan menghormati, kebersamaan, keadilan dan sekaligaus kehkasan setiap orang dan kelompok tadi, yang saat ini sedang menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, karena inti dari kehidupan adalah erubahan itu sendiri. Dengan semangat sumpah Pemuda, Kemedekaan dan reformasi, kita wajib menjawab tantangan tadi, tentu dengan cara sakuing mendengar dan saling mengisi, bahkan hal-hak yang paling krusial yang harus dihadapi bersama, seperti soal kesadaran identitas yang perlu kita rumuskan kembali tanpa merusak apalagi membongkar fondsasi bangsa yang telah kita bangun dengan keringat, cucuran air mata bahkan berkirban jiwa untuk sebuah Indonesia yang bersatu berdaulat, adil dan makmur sebagaiman cita-cita kita bersama
Be the first to comment on "Membingkai Kesadaran, antara Harkitnas dan Reformasi"