Jakarta, 28 April 2021,
Hujan lebat di luar hotel di bilangan Kuninga, Jakarta Selatan tak mengurangi semangat peserta “buka bersama” KIPP Indonesia yang sudah direncanakan di hari ke 16 di Bulan Ramadahan, 1442 Hijrah. Para undangan buka bersama yang mengonfirmasi diri untuk hadir memang hanya sekitar selusin orang lebih, khsusunya pengurus dan anggota Majelis Nasional yang ada di sekitar Jakarta dan menyatakan bisa hadir.
”Kita tak bisa lagi melakukan pemantauan pemilu dengan menempatkan relawan sampai mengisi seluruh TPS di Indonesia, seperti yang dilakukan tahun 1999, tidak masuk akal menurut saya,” ujar Robikin Emhas, Kiai dan pengurus di PB NU, yang merupakan salah satu anggota Majelis Nasional KIPP.
Diskudi pun mengalir ke soal akan ke arah mana KIPP Indonesia berkiprah setelah hadir selama 25 tahun atau seperempat abad lalu menjadi pemantau pemilu pertama di Indonesia. Menurut Robikin, yang biasa dipanggil pak kiai saja atau Om Kin di kalangan aktivis KIPP, meminta agarlembaga pemantau pemilu ini ke depannya memiliki spesifikasi peran sebagai masyarakat sipil, namun tak meninggalkan ciri “Nation wide” atau berbasis seluruh Indonesia, dengan penekanan pada peran tertentu.
“Jika melakukan riset sebagai bagian dari kerja pemantauan KIPP, maka perlu ditentukan terlebih dahulu metodenya akan seperti apa?” Ujar August Melaz anggota Majleis Nasional KIPP yang juga menahkodai lembaga riset pemilu Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), ang selama ini sering tampil di media dengan wacana kepemiluan, terutama membahas tentang sistem pemilu, dan implikasi praksisnya.
Menurut August pilihan metode riset ini sangat penting, untuk memberikan kerangka kerja, proses dan hasil riset pemilu yang akan dilakukan KIPP. Menurutnya penting juga untuk mengetahui tentang metode riset yang dilakukan di manca negara sebagai model yang mungkin bisa diimplementasikan di Indonesia.
“Ada persoalan yang terus terjadi dan selama ini sering dibahas yang tidak pernah tuntas, yakni soal politik uang, kita bisa menyoroti hal ini dengan lebih tajam,” ujar Mochtar Sindang, Anggota Majelis dan mantan Sekretaris Jenderal KIPP Indonesia.
Diskusi pun terus mengalir di tang hujan yang cukup deras, sehingga beberapa peserta buka bersama yang datang ketika hujan deras pun basah kuyup karenanya, Hal lain yang yang cukup mengganggu adalah soal tidak tersedianya ruang untuk merokok, yang bagi sebagian orang adalah hal sangat penting setelah seharian menahan diri dari harum asap rokok,.
Sahutmenyahut tentang bagaimana KIPP Indonesia ke depannya,menjadi pokok bahasan sampai usai buka puasa pun terus dilakukan, Jojo Rohi, Standarkiaa Latief, juga para aktivis muda KIPP seperti Rizkon dan Andrian Habibi serta Kurniasih, mengiringi dialog sambil bolak balik, mencari kudapan yang disediakan pihak hotel. SementaraSekjen lebih banyak menyimak dan mencatat diskusi di ponselnya.
Pada instinya KIPP Indoensia perlu berubah mengadaptasi tantangan jaman, serta perubahan kondisi objektif di internal KIPP setelah melewati 5 kali pemilu nasional, dan kondisi serta tantangan demokrasi pun berubah. Frase riset da investigasi hadir cukup dominan dalam diskusi tadi menandakan arah perubahan lembaga pemantau ini ke depan, di tengah semakin melemahnya peran masyarakat sipil dalam pemilu dan demokrasi yang sudah cukup lama di rasakan.
Hujan masih mengguyur Kuningan dan Jakarta, bahkan sampai diskusi usai dan ruang makan untuk buka bersama semakin sepi orang, karena yang berbuka puasa bersama dari lembaga atau kelompok lain yang di tempat itu sudah usai. Diskusi pun bergeser ke tempat yang disediakan untuk merokok, peserta diskusi seperti patuh mengelilingi asbak besar yang sebenarnya adalah tempat sampah yang berada di luar hotel, alhasil air tempias hujan pun kadang membasahi baju atau badan peserta diskusi, sampai masing-masing sepakat untuk kembali pulang saat hujan agak mereda. (Tim)
Be the first to comment on "Arah Baru Pemantauan KIPP Indonesia"